Kewangen adalah salah satu sarana
persembahyang (upakara) umat Hindu yang umum digunakan terutama di
Lombok dan Bali. Kata “kewangen” berasal dari kata “wangi”
bahasa Kawi
yang berarti harum. Jadi, makna utama kewangen adalah mengharumkan nama
Tuhan melalui bhakti. Di dalam lontar Sri Jaya Kasumu disebutkan
kewangen sebagai lambang “Omkara”. Di dalam lontar Brahahara Upanisad
disebutkan kewangen sebagai lambang
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Salah satu bait dalam kakawin Om Sembah menyebutkan: “
wahya dyatmika sembah ingulun ijong ta tan ana waneh” yang artinya adalah lahir batin sembah kami terhadap
Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
tidak ada yang lain. Persembahan secara lahir batin ini disimbolkan
dengan kewangen di mana kewangen terdiri dari komponen-komponen berikut:
- Kojong (terbuat dari daun pisang) sebagai lambang ardha candra.
- Uang kepeng (uang bolong asli, kini diganti dengan uang logam rupiah) sebagai lambang windu.
- Cili sebagai lambang nada.
- Porosan silih asih sebagai lambang Purusa Pradana.
Ardha Candra,
windu dan
nada adalah simbol dari kemahakuasaan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Porosan silih asih Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sebaga Ardha Nareswari sang pemberi kebahagiaan rohani disimbolkan
sebagai laki-laki dan sebagai pemberi kemakmuran material disimbolkan
sebagai wanita.
Pustaka:
Bahan ajar Filsafat Simbol STAHN Gde Pudja Mataram oleh Gusti Ayu Santi Patni R., S.Ag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar