Tridatu adalah simbol dari Hyang Widhi
dengan manifestasinya sebagai Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.
Biasanya dibuat oleh sulinggih di Pura Dalem Ped,
Nusa Penida untuk para pemedek yang tangkil ke pura tersebut. Selain
sebagai lambang Tri Kona(Kelahiran, Hidup dan Kematian) dengan
menggunakan tridatu diharapkan kita selalu ingat dengan kebesaran Tuhan
sebagai maha pencipta, pemelihara dan pelebur.
Minggu, 13 Januari 2013
Makna Gelang Tridatu
Gelang Tridatu terbuat dari tiga benang berwarna Merah,Hitam dan Putih.
Gelang Tridatu bukanlah Jimat atau bendah bertuah lainnya tapi merupakan
simbol dari Dewa Trimurti(Merah simbol Dewa Brahma, Hitam simbol Dewa
Wisnu dan Putih adalah simbol Dewa Siwa). Jadi jika anda berpikir bahwa
gelang tridatu adalah jimat itu sama sekali tidak benar.
Banten Pasupati dan Mantra Pasupati di Tumpek Landep
Pasupati (Pāśupatāstra) dalam kisah Mahabharata adalah panah sakti yang
oleh Batara Guru dianugerahkan kepada Arjuna setelah berhasil dalam laku
tapanya di Indrakila yang terjadi saat Pandawa menjalani hukuman buang
selama dua belas tahun dalam hutan. Panah yang berujung bulan sabit ini
pernah digunakan oleh Batara Guru saat menghancurkan Tripura, tiga kota
kaum Asura yang selalu mengancam para dewa. Dengan panah ini pula Arjuna
membinasakan Prabu Niwatakawaca. Dalam perang Bharatayuddha, Arjuna
menggunakan panah ini untuk mengalahkan musuh-musuhnya, antara lain
Jayadrata dan Karna yang dipenggal nya dengan panah ini.
Makna Pasupati
Upacara Pasupati bermakna pemujaan memohon berkah kepada Hyang Widhi
(Sang Hyang Pasupati) untuk dapat menghidupkan dan memberikan kekuatan
magis terhadap benda-benda tertentu yang akan dikeramatkan. Dalam
kepercayaan umat Hindu (ajaran Sanatana Dharma )
di Bali, upacara Pasupati
Makna filosofis dalam menggunakan Bija atau mebija
Mawija atau mabija dilakukan setelah usai mathirta, yang merupakan
rangkaian terakhir dan suatu upacara persembahyangan, kita akan
dibagikan butiran-butiran beras yang kita tempelkan di kening dan di
leher yang disebut bija. Bija atau disebut dengan wija adalah komponen
penting yang terdapat pada canang. Suatu hal sesederhana memakai bija
pun sesungguhnya memiliki makna yang luas dalam ajaran Veda. Bija pada
umumnya adalah beras yang dicuci dengan air bersih lalu direndam dalam
air cendana, kemudian diberi pewarna (biasanya menggunaka kunyit -
Curcuma Domestica VAL) agar berwarna kuning maka disebutlah bija kuning.
Dalam perkembangannya, terkadang bija hanya dibuat dengan beras yang
dicuci dengan air bersih saja. Pemakaian bija dilakukan setelah menerima
tirtha atau amertha pada akhir proses persembahyangan. Pada
kenyataanya, setiap umat Hindu di Indonesia mempunyai cara sendiri alam
menggunakan bija. Wija atau bija diusahakan beras galih yaitu beras yang
utuh, tidak patah (aksata).
Langganan:
Postingan (Atom)