Tridatu adalah simbol dari Hyang Widhi
dengan manifestasinya sebagai Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.
Biasanya dibuat oleh sulinggih di Pura Dalem Ped,
Nusa Penida untuk para pemedek yang tangkil ke pura tersebut. Selain
sebagai lambang Tri Kona(Kelahiran, Hidup dan Kematian) dengan
menggunakan tridatu diharapkan kita selalu ingat dengan kebesaran Tuhan
sebagai maha pencipta, pemelihara dan pelebur.
Sejarah Benang Tridatu.
Dimulai pada abad 14-15 ketika Dalem Watu
Renggong menjadi raja di Bali, saat menaklukkan dalem Bungkut (Nusa)
oleh Patih Jelantik, telah terjadi kesepakatan antara Dalem Bungkut/Nusa
dengan Dalem Watu Renggong, kesepakatan itu bahwa kekuasaan Nusa
diserahkan kepada Dalem Watu Renggon(Bali) begitu pula rencang dan
ancangan Beliau (Ratu Gede Macaling) dengan satu perjanjian akan selalu
melindungi umat Hindu / masyarakat Bali yang bakti dan taat kepada Tuhan
dan leluhur, sedangkan mereka yang lalai akan dihukum oleh para rencang
Ratu Rede Macaling, Bila Beliau akan melakukan tugasnya maka Kulkul
Pajenanengan yang kini disimpan dan disungsung di puri agung klungkung
akan berbunyi sebagai pertanda akan ada malapetaka atau wabah, Benang
Tridatu digunakan sebagai simbol untuk membedakan masyarakat yang
taat/bakti dengan masyarakat yang lalai/tidak taat, dan sejalan dengan
identitas Hindu Bali maka benang tridatu merupakan Indentitas yang tidak
tergantikan oleh apapun karena selalu dilindungi oleh kekuatan Hyang
Widhi.
**dari berbagai sumber
Wah hebat...
BalasHapuscinta budaya...Nambah-nambah ilmu nih
Putih itu Dewa Iswara bukan Dewa Siwa, Kalo Dewa Siwa itu Brumbun.
BalasHapus