1. Meru tumpang 3, menurut Lontar Tutur
Kuturan adalah bentuk meru yang pertama kali dikenalkan oleh Ida
Bhatara Mpu Kuturan di Bali, sekitar abad ke-11.
Bangunan itu adalah simbol ‘Ongkara’ karena simbol Ongkara sebagai Sanghyang Widhi mempunyai kemahakuasaan:
- Sebagai angka 3 (dalam aksara Bali), di mana 3 adalah: uttpti (kelahiran), stiti (kehidupan), dan pralina (kematian/ akhir)
- Ditambahkan: ardha candra (simbol bulan = satyam), windhu (simbol matahari = rajas), dan nada (simbol bintang = tamas)
- Digunakan untuk memuja Sanghyang Widhi.
2. Meru kemudian berkembang menjadi tumpang: 1,3, 5, 7, 9, 11 disebutkan dalam Lontar Dwijendra Tattwa sejak abad ke-14 di Bali.
Meru-meru itu digunakan pula sebagai
niyasa/ simbol ‘pelinggih’ Maha Rsi, Bhatara Kawitan, dan Roh-roh suci,
dalam kaitan pemujaan leluhur, yakni srada ke-2 dan ke-3 dari Panca
Srada (Atma Tattwa dan Punarbhawa)
3. Meru yang tumpangnya genap hanya tumpang 2.
Berdasarkan Lontar Sanghyang Aji
Swamandala, meru ini ditujukan untuk stana Sanghyang Widhi dalam
‘prabhawa-Nya’ sebagai Arda Nareswari (rwa bhineda), pencipta segala
sesuatu yang berlawanan di dunia: laki-perempuan, malam-siang,
dharma-adharma, dst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar