Kata Dalem secara harafiah
berarti jauh atau sulit dicapai. Disebut demikian
karena dalam kenyataannya Dewa Siwa adalah sulit
dicapai oleh manusia karena beliau adalah niskala,
wyapi-wyapaka.
Sakti dari Dewa Siwa adalah
Dewi Durga, di mana kata Durga berarti jangan
mendekat, sebagai wujud kroda dari Dewa Siwa
yang berfungsi mempralina alam ciptaan Tuhan.
Dalam seni arca Siwa diwujudkan
dalam berbagai-bagai bentuk sesuai dengan fungsi
yang dijalankan. Siwa sebagai Mahadewa, Siwa
sebagai Maha Guru Siwa sebagai Mahakala dan
saktinya adalah Dewi Durga.
Siwa sebagai Mahadewa laksana
atau cirinya adalah ardhacandrakapala yaitu
lambang bulan sabit di bawah sebuah tengkorak
yang disematkan pada mahkota, mata ketiga di
dahi, upawita ular naga, tangannya empat masing-masing
memegang cemara, aksamala, kamandalu dan trisula.
Siwa sebagai guru atau di
Bali disebut Batara Guru laksananya adalah kamandalu,
Trisula, perutnya gendut berkumis dan berjanggut
panjang. Sedangkan sebagai Mahakala rupanya
menakutkan seperti: raksasa, bersenjatakan gada.
Durga sebagai saktinya Siwa
dilukiskan sebagai Mahisasuramardini ini. la
berdiri di atas seekor lembu yang ditaklukkan.
Lembu ini adalah penjelmaan raksasa (asura)
yang menyerang Kahyangan dan dibasmi oleh Durga,
Durga digambarkan bertangan 8,10 atau 12, masing-masing
tangannya memegang senjata.
Arca Durga yang terkenal dari
Bali adalah Durgamahisasuramardini dari Pura
Bukit Dharma Mesa Kutri Gianyar. Arca ini adalah
arca perwujudan dari Gunapriya Darmapatni Ibunda
dari Airlangga. Laksana dari arca ini adalah
bertangan delapan tetapi yang tinggal utuh hanya
enam buah, tangan kanan masing-masing memegang
cakra, anak panah, kapak, sedang tangan kirinya
masing - masing memegang kerang bersayap, busur
dan tameng.
Putra dari Dewa Siwa adalah
Ganesa yang digambarkan berkepala gajah dengan
empat buah tangan, yang masing-masing memegang
mangkuk, patahan gading, aksamala (tasbih dengan
50, 81, atau 108 butir manik) dan kapak. Ganesa
disembah sebagai Dewa penyelamat dari segala
rintangan dan juga sebagai Dewa ilmu pengetahuan.
Mengenai Denah dari Pura Dalem
pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian
yaitu: Jabaan (halaman pertama) dan Jeroan (halaman
kedua). Masing-masing halaman tersebut disertai
dengan bangunan-bangunan dengan fungsinya masing-masing.
Bangunan-bangunan yang didirikan di halaman
pertama adalah hampir sama dengan bangunan-bangunan
yang ada di Pura Desa. Perbedaannya di halaman
pertama Pura Dalem tidak terdapat Bale Agung.
Beberapa bangunan di halaman pertama adalah
candi bentar, bale kulkul, bale gong, pawaregan,
apit lawang, candi kurung (paduraksa).
Pada halaman kedua yang merupakan
halaman yang tersuci, terdapat beberapa jenis
bangunan dengan fungsinya masing-masing, seperti
:
Sanggar Agung. |
Bangunan suci ini
ditempatkan pada bagian arah Timur Laut
(kaja kangin) dari denah halaman kedua.
Bangunan ini berfungsi sebagai tempat
pemujaan Hyang Raditya (Tuhan Yang Maha
Esa).
|
Gedong Agung. |
Bangunan ini berbentuk
gegedongan dengan memakai atap dari ijuk.
Pada bagian badan dari gedong terdapat
ruangan yang berfungsi sebagai tempat
pratima (Arca) dari Dewa. Gedong Agung
berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa
Siwa dalam wujud sebagai Dewi Durga yaitu
Sakti dari Dewa Siwa.
|
Ratu Ketut Petung. |
Bangunannya berbentuk
gedong tetapi ukurannya lebih kecil dari
gedong bata. Bangunan ini mempunyai fungsi
sebagai tempat dari pepatih (pendamping)
dari Dewa.
|
Ratu Ngerurah. |
Bangunannya berbentuk
tugu, hanya bagian atas terbuat dari konstruksi
batu padas, sedangkan kalau gedong bagian
kepala dari bangunan terbuat dari konstruksi
kayu dengan atap alang-alang atau ijuk.
Bangunan ini berfungsi sebagai penjaga
dan bertanggungjawab atas keamanan dari
pura
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar