Secara etimologi kata Kahyangan Tiga terdiri
dari dua kata yaitu kahyangan dan tiga. Kahyangan
berasal dari kata hyang yang berarti suci mendapat
awalan ka dan akhiran an, an menunjukkan tempat
dan tiga artinya tiga. Arti selengkapnya adalah
tiga buah tempat suci, yaitu Pura Desa atau
disebut pula Pura Bale Agung, Pura Puseh dan
yang ketiga adalah Pura Dalem.
Kahyangan Tiga terdapat pada setiap desa Adat
di Bali. Apabila jumlah desa Adat di Bali 1456
buah, maka jumlah Pura Kahyangan Tiga akan menjadi
tiga kali jumlah desa Adat sehingga menjadi
4368 buah pura. Pada beberapa desa adat di Bali
kadang kala penempatan Pura Puseh digabungkan
dengan Pura Desa sehingga tampaknya seperti
hanya satu pura tetapi sebetulnya adalah tetap
dua buah pura.
Desa adat sebagai lembaga sosial tradisional
adalah pengelompokan sosial berdasarkan kesatuan
teritorial ditandai mereka bertempat tinggal
dalam wilayah yang sama, mempunyai tugas dalam
kegiatan gotong royong dan melaksanakan tugas
pasukadukaan. Pengelompokan yang lain berdasarkan
genealogis seperti apa yang disebut tunggal
kawitan, tunggal sanggah, pengelompokan sosial
yang disebut sisya yang didasarkan atas siapa
yang dijadikan pimpinan di dalam suatu upacara
keagamaan. Lembaga sosial tradisional yang lain
adalah subak (kesatuan petani yang sawahnya
menerima air dari satu sumber irigasi yang sama),
dan sekaha (kesatuan sukarela). Keseluruhan
lembaga tradisional tadi sangat fungsional bagi
upaya pelestarian dan penyelarasan kebudayaan
Bali yang dibangun atas dasar landasan konsepsi
Trihita Karana (tiga penyebab kesejahteraan hidup)
yaitu parhyangan = tempat pemujaan, pawongan
= manusia, dan pelemahan = wilayah.
Kahyangan Tiga merupakan salah satu unsur
dari Trihita Karana yaitu unsur parhyangan dari
setiap desa adat di Bali. Pada Kahyangan Tiga
masyarakat desa memohon keselamatan dan kesejahteraan
untuk desa dan masyarakatnya. Unsur yang ke
dua dan tiga dari Trihita Karana disebut dengan
pelemahan dan pawongan. Dengan demikian maka
di dalam mewujudkan rasa aman, tentram, sejahtera
lahir batin dalam kehidupan desa adat berlandaskan
tiga hubungan harmonis yaitu hubungan manusia
dengan alam atau hubungan krama desa dengan
wilayah desa adat, hubungan manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya dalam desa adat
dan hubungan krama desa dengan Hyang Widi sebagai
pelindung. Inilah yang dinamakan Trihita Karana
dalam desa adat di Bali.
Dengan tercakupnya unsur ketuhanan dalam kehidupan
desa adat di Bali, maka desa adat di Bali mencakup
pula pengertian sosio-religius. Maka dari itu
perpaduan antara adat dengan agama Hindu di
Bali adalah erat sekali sehingga sulit memisahkan
secara tegas unsur-unsur adat dengan unsur agama,
karena adat-istiadat di Bali dijiwai oleh agama
Hindu dan aktivitas agama Hindu didukung oleh
adat istiadat di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar