Pura yang termasuk kelompok
Kahyangan Tiga, masing-masing mempunyai hari
piodalan (hari ulang tahun) tersendiri. Hari
ulang tahun dari suatu pura ditentukan melalui
hari diresmikan pura tersebut. Hari peresmian
biasanya dipilih hari yang baik sesuai dengan
petunjuk dari pendeta dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hari piodalan. Kata piodalan adalah
berasal dari kata wedal yang artinya lahir mendapat
awalan pa dan akhiran an yang berarti tempat
lahir atau kelahiran.
Waktu pelaksanaan hari piodalan
pada tiap-tiap pura berbeda-beda, ada setiap
enam bulan atau 210 hari, tetapi ada pula yang
dilaksanakan setiap tahun. Upacara piodalan
dari pura digolongkan pada upacara dewa yajnya
yang merupakan salah satu dari lima jenis upacara
atau Panca Yajnya. Yajnya berasal dari kata
jaj yang artinya sembahyang. Dari akar kata
ini lalu menjadi kata yadnya yang berarti persembahan
kepada Hyang Widi dan manifestasinya.
Pelaksanaan upacara di Pura
Kahyangan Tiga dilakukan secara berkala pada
hari-hari tertentu, seperti upacara flap bulan
sekali yang disebut rerainan yang jatuh harinya
sesuai dengan hari piodalan dan juga setiap
hari Purnama dan tilem. Upacara yang diadakan
berkala setiap 210 hari disebut hari piodalan
dengan upacara yang lebih besar dari rerainan.
Jenis upacara berkala yang lebih besar adalah
karya ngusaba, karya mamungkah dan lain-lainnya.
Pada umumnya tiap-tiap pura
Kahyangan Tiga mempunyai kekayaan khusus yang
disebut laba pura atau kalau di Jawa pada jaman
Hindu disebut tanah perdikan dari suatu Candi.
Laba Pura biasanya dalam bentuk tanah yang luasnya
tergantung pada kemampuan dari desa adat. Hasil
dari penggarapan tanah dimanfaatkan untuk kepentingan
biaya upacara rerainan, piodalan dan juga untuk
biaya memperbaiki kerusakan dari bangunan-bangunan
yang ada di dalam pura. Kelompok orang yang
bertanggungjawab atas penyelenggaraan suatu
pura disebut: Krama pura.
Untuk menunjukkan rasa baktinya kepada Hyang Widi dan Batara Batari, ketika upacara piodalan masyarakat menghaturkan sesajen yang disebut banten piodalan dan banten perseorangan dari anggota krama pura. Banten piodalan dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti banten sor, catur dan lainnya. Jenis bebanten mana yang akan dilaksanakan tergantung pada kemampuan dari para krama pura. Selain menghaturkan sesajen ketika upacara piodalan berlangsung, diiringi pula dengan gamelan dan tari - tarian suci keagamaan. Jenis tarian yang dipentaskan adalah; tari Sanghyang, pendet, berbagai jenis baris. Tujuan dari pementasan tarian ini adalah untuk menyambut kedatangan kekuatan suci di mana pada saat ini masyarakat akan mengadakan kontak dan mohon keselamatan bagi warganya. Karena itu sering dikatakan, munculnya jenis-jenis tarian di Bali pada mulanya adalah diabdikan untuk kepentingan agama dan baru kemudian berkembang menjadi seni kemasyarakatan yang ditandai munculnya kreasi- kreasi baru dalam seni taxi di Bali.
Untuk menunjukkan rasa baktinya kepada Hyang Widi dan Batara Batari, ketika upacara piodalan masyarakat menghaturkan sesajen yang disebut banten piodalan dan banten perseorangan dari anggota krama pura. Banten piodalan dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti banten sor, catur dan lainnya. Jenis bebanten mana yang akan dilaksanakan tergantung pada kemampuan dari para krama pura. Selain menghaturkan sesajen ketika upacara piodalan berlangsung, diiringi pula dengan gamelan dan tari - tarian suci keagamaan. Jenis tarian yang dipentaskan adalah; tari Sanghyang, pendet, berbagai jenis baris. Tujuan dari pementasan tarian ini adalah untuk menyambut kedatangan kekuatan suci di mana pada saat ini masyarakat akan mengadakan kontak dan mohon keselamatan bagi warganya. Karena itu sering dikatakan, munculnya jenis-jenis tarian di Bali pada mulanya adalah diabdikan untuk kepentingan agama dan baru kemudian berkembang menjadi seni kemasyarakatan yang ditandai munculnya kreasi- kreasi baru dalam seni taxi di Bali.
Upacara piodalan dan jenis-jenis
upacara berkala di Pura Kahyangan Tiga diantarkan
oleh seorang Pendeta tetapi upacara kecil yang
disebut rerainan diantarkan (diselesaikan) oleh
seorang pemangku dari pura itu sendiri. Untuk
desa-desa kuna upacara diselesaikan oleh seorang
jero Gede atau semacam pemangku. Ketika pendeta
memuja, para krama pura sudah siap di halaman
dalam untuk melaksanakan pemujaan. Setelah selesai
memuja maka pendeta menuntun jalannya persembahyangan
hingga selesai.
Pemakaian puja atau stawa oleh pendeta pada masing-masing pura dari Kahyangan Tiga adalah berbeda-beda seperti di Pura Desa memakai puja Brahma stawa, di Pura Puseh memakai Wisnu Stawa dan di Pura Dalem mempergunakan Durga Stawa. Sebagai contoh dikutipkan Brahma stawa sebagai berikut:
Pemakaian puja atau stawa oleh pendeta pada masing-masing pura dari Kahyangan Tiga adalah berbeda-beda seperti di Pura Desa memakai puja Brahma stawa, di Pura Puseh memakai Wisnu Stawa dan di Pura Dalem mempergunakan Durga Stawa. Sebagai contoh dikutipkan Brahma stawa sebagai berikut:
Om
Ang Brahma namas catur-mukham Brahmagni
rakta-varnan ca shpatika varna dewata,
sarva bhusana raktakam.
Danda antra maha tiksna, atma raksa nabhi-sthana, adyageni surya sphatika, sarva satru vinasanam. |
Terjemahan |
Hyang
Widi Ang Dewa Brahma yang mulia, mempunyai
empat muka, Brahma adalah Agni, dengan
warna merah, Dewa yang berwarna berkilauan,
mempunyai hiasan serba merah. Mempunyai
senjata bernama gada yang amat sakti,
menjaga atma yang berada di nabi, awal
dari api, surya dengan cahaya berkilauan
menghancurkan semua musuh-musuh.
|
Untuk pemujaan kepada Dewa
Wisnu di Pura Puseh, pendeta mempergunakan Wisnu
stawa, kutipannya sebagai berikut:
Om
Ung namo Wisnu tri mukhanam, trinayanam
Catur-bhujam, krsna varnam sphatikantam,
sarva bhusana kresnam, Cakra astra mahatiksnam,
atma raksam ampru sthanam, amrtah jivano
devah, sarva satru vinasanam.
|
Terjemahan: |
Hyang
Widi Ung Dewa Wisnu, tiga muka, tiga
mata dan empat tangan, warna hitam yang
berkilauan, semua hiasan hitam. Senjata
cakra yang amat tajam, melindungi atma,
yang tinggal di hati, dewa memberikan
kehidupan, semua musuh dihancurkan.
|
Puja atau stawa yang dipergunakan
oleh pendeta di Pura Dalem disebut Durga stawa
dan di sini akan disampaikan kutipannya sebagai
berikut :
|
Terjemahan |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar