Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi "Pasek Dukuh Bunga Asahduren": Kekuatan Kitab Suci

Senin, 23 April 2012

Kekuatan Kitab Suci


Setiap suku kata dalam ayat-ayat Qur’an jika dibaca adalah kekuatan yang mampu menghancurkan segala dosa-dosa yang telah dilakukan. Itu kata teman se-ruangan saya yang juga seorang haji dalam sebuah diskusi ringan belum lama ini. Lalu saya berpikir pantas mereka kalau sejak dini sudah mengenalkan kitab suci kepada anak-cucunya bahkan dari usia taman kanak-kanak, juga saya lihat tetangga kiri-kanan dikomplek perumahan mereka mendatangkan guru-guru ngaji untuk putra-putrinya, demikian juga masjid-masjid selalu disibukan oleh aktifitas anak-anak membaca qur’an dengan bimbingan para guru.

Mereka sudah sedemikian baiknya mempersiapkan generasi mudanya untuk kelak mampu menjadi insan-insan yang cerdas dan spiritual, walaupun faktanya di negeri ini kemerosotan terjadi dimana-mana baik itu moral, kesucian dan kepatutan semakin jauh dari harapan dan justru hal ini  diperparah lagi oleh prilaku para orang tua, ini saya kira berlaku bagi pemeluk semua agama.
Nah bagaimana dengan hindu?
Kita memiliki Srimad Bhagavad Gita dan tentu banyak lagi yang lainnya. Menurut sastra veda Srimad Bhagavad Gita sendiri sudah ada dalam masyarakat manusia sejak dua juta tahun silam, dan Srimad Bhagavad Gita disampaikan sekali lagi oleh Krishna kepada Arjuna kurang lebih lima ribu tahun silam.
Apa yang disampaikan oleh teman saya diatas sesungguhnya kita juga punya karena ada dalam Srimad Bhagavad Gita. Disana terangkum dengan jelas dan sangat indah tentang bagaimana kita menjalani kehidupan ini sesuai dengan prinsip-prinsip dharma agar selalu dalam kesadaran Tuhan untuk  mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik..
Hari minggu yang lalu saya diundang menghadiri yagya di ashram Prahlada juga ada diskusi-diskusi ringan yang intinya bahwa Srimad Bhagavad Gita itu tidak saja mengajarkan bagaimana kita menjalani hidup tetapi juga mengajarkan bagaimana kita menjalani kematian. Saya berterima kasih kepada teman-teman di Prahlada atas undangannya karena dengan demikian saya dapat bersama-sama mereka memuja serta mengagungkan kebesaran Krishna. Saya juga berterima kasih kepada Prabu Devabhaga Das atas buku yang beliau berikan kepada saya.
Nah sehubungan dengan kekuatan ayat-ayat suci, saya kutip dari buku yang beliau berikan:
Ada kisah tentang seorang brahmana yang mempelajari Bhagavad Gita secara teratur. Ia miskin dan tinggal bersama istrinya di sebuah gubug kecil. Sehabis mempelajari Bhagavad Gita setiap hari ia pergi mengemis dan dengan cara demikian dia menghidupi dirinya dan istrinya. Pada suatu hari saat membaca Bhagavad Gita ia sampai pada sloka dalam Bab Sembilan dimana Sri Krishna bersabda yoga ksema vahamy aham  - Aku sendiri akan membawakan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan para penyembahKu, ketika membaca sloka ini ia merasa bingung dan ragu lalu berpikir bagaimana mungkin Bhagavan sendiri membawakan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan para penyembahNya, Bhagavan mungkin saja memerintahkan seseorang untuk membawakan kebutuhan-kebutuhan para penyembahNya misalnya dengan memberikan derma, tapi pernyataan bahwa Bhagavan sendiri mengantarkan kebutuhan-kebutuuha n tersebut rasanya tidak mungkin. Berkali-kali membaca dan mencermati sloka itu sang brahmana tidak bisa mempercayainya sehingga ia mencoret melintang sloka itu dengan tinta merah didalam Bhagavad Gita miliknya, sebab dipikirnya itu adalah sebuah kesalahan. Setelah itu ia pergi melaksanakan kegiatan kesehariannya yakni mengemis.
Dan anehnya pada hari itu semua orang menolak memberinya sedekah apapun. Beberapa orang beralasan bahwa ada anggota keluarga yang meninggal, yang lain beralasan bahwa anaknya sakit sehingga mereka tidak bisa memberikan sedekah pada hari itu.
Pada hari yang sama sesosok anak muda tiba di rumah sang brahmana dan mengetuk pintu, istri brahmana itu membukankan pintu dan kaget melihat ada anak muda ganteng memanggul bungkusan besar di punggungnya. Bungkusan itu berisi berbagai bahan makanan seperti beras, minyak bumbu-buan dan lain-lain, anak itu mengaku sebagai murid sang brahmana dan sang brahmana telah mengirim dia untuk mengantarkan barang-barang ini kerumahnya. Istri brahmana itu yang sedang dalam keadaan terheran-heran menyampaikan kepada anak muda itu bahwa suaminya tidaklah memiliki murid, sehingga tidaklah mungkin suaminya mengirim dia untuk membawakan semua benda ini. Tapi anak itu berkeras bahwa sang brahmana adalah gurunya dan telah menyuruh dia untuk mengantarkan benda-benda ini ke rumahnya.
Anak itu lebih lanjut menyampaikan kepada istri brahmana  itu bahwa sang brahmana tidak puas terhadap dirinya karena ia berjalan lambat sekali memanggul beban sehingga sang brahmana  memukuli dan mencakar punggungnya. Kemudian anak muda itu mengangkat bajunya  memperlihatkan kepada istri sang brahmana bekas-bekas goresan dipunggungnya. Istri brahmana itu kaget sekali mendengar bahwa suaminya bisa menjadi sedemikian kejam sampai memukuli seorang anak muda yang sedemikian tampan. Ia menyuruh anak muda itu masuk kedalam rumahnya  agar ia dapat memasak sesuatu dan memberi dia prasadam. Tidak lama kemudian sang brahmana pulang kerumah dari usahanya untuk mengemis dimana ia pulang dengan tangan hampa. Ia sudah menyiapkan diri bahwa ia dan istrinya harus berpuasa dan ia merasa sangat kecewa. Begitu ia nampak dalam pandangan istrinya sang istri langsung memarahinya karena telah menyuruh seorang anak muda memanggul beban yang sedemikian berat dan kemudian memukuli sang anak karena tidak mampu berjalan cepat. Sang brahmana kebingungan mendapati prilaku aneh istrinya dan bertanya-tanya apa yang telah terjadi terhadap istrinya. Belum pernah istrinya berbicara seperti itu terhadap dirinya dan ia sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan istrinya. Ia minta agar istrinya menjelaskan dan sang istripun menceritakan apa yang telah terjadi. Istrinya mengatakan bahwa anak kecil itu masih didalam rumah tapi ketika sang brahmana mencarinya sang anak tidak dapat ditemukan dimana-mana.
Kemudian saat ia duduk untuk membaca Bhagavad Gita ia menemukan bahwa sloka yang tadi dicoretnya telah kembali seperti semula – tinta merah coretan itu hilang. Ia mulai menangis karena menyadari bahw anak muda yang telah datang sebenarnya adalah Krishna yang telah datang kerumahnya untuk memenuhi janji yang telah disampaikan didalam Bhagavad Gita bahwa Dia membawakan dan mengantarkan kebutuhan-kebutuhan para penyembahNya. Sang brahmana meratapi nasibnya yang tidak seberuntung istrinya yang telah mendapatkan kesempatan melihat Krishna secara langsung  dan ia menyalahkan dirinya karena meragukan kata-kata Bhagavad Gita. Karena sabda Krishna tidak berbeda dengan diri Krishna, sehingga tindakan sang brahmana mencoret sloka itu sama artinya dengan menggores badan Krishna. Goresan dan darah di punggung sang anak melambangkan tinta merah yang telah digunakan oleh sang brahmana untuk mencoret sloka itu.
Sri Krishna bersabda dalam Bhagavad Gita:
yah sastra-vidhim utsrjya    vartate kama-karatah
na sa sidhim avapnoti    na sukham na param gatim
orang yang meninggalkan aturan kitab suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi.
Nah kalau teman saya diatas mengatakan setiap suku kata dalam ayat-ayat qur’an adalah kekuatan untuk menghancurkan dosa-dosa, didalam Srimad Bhagavad Gita sangat jelas  tegas dan pasti bahwa orang yang meninggalkan ajaran veda tidak akan mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi.
Demikian kemaha kuasaan Tuhan yang kadang-kadang membuat kita malu bahkan menangis karena prilaku kita barangkali sering menyimpang dari prinsip-prinsip dharma namun Beliau masih tetap menunjukkan kemaha kuasaannya maha kasih dan maha penyayang.
Dalam diskusi di asrama Prahlada saya sempat menyinggung kita yang selama ini dalam menyampaikan dharma wacana sebagian besar mengambil sabda Krishna dalam ayat-ayat suci Bhagavad Gita, namun hanya sebagian kecil saja dari kita yang mau menundukan hati untuk memuja kepribadian Tuhan yang maha kuasa Sri Krishna. Bahkan mendengar kata kesadaran Krishna saja sudah mencibir penuh kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu. Kalau demikian adanya barangkali kita perlu melakukan perenungan apakah sudah benar apa yang kita lakukan selama ini,  apakah sudah sesuai apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan.  Memang ini sulit namun harus ada upaya kuat untuk meminimalisir ketidak sesuaian antara kata dan perbuatan itu.
Jika disatu sisi kita mengakui Srimad Bhagavad Gita sebagai sabda Sri Krishna, tapi disisi yang lain kita menolak untuk memuja Beliau, ini artinya ada ketidak sesuaian yang sangat serius antara kata dan perbuatan.
Jika ini yang terjadi maka perenungan dan evaluasi diri merupakan hal yang urgent untuk dilakukan.

Om Namo Bhagavate Vasudevaya

I Wayan Wisanta
[Dari Milis Hindu Lampung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar