Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi "Pasek Dukuh Bunga Asahduren": Bab 18 - Lolosnya Takshaka

Jumat, 04 Mei 2012

Bab 18 - Lolosnya Takshaka


Ketika Wyasa bersedia memenuhi permohonannya, Parikshit yang memperhatikan dengan seksama, menjawab dengan suara tersendak penuh emosi, “Maharesi, Nanda tidak tahu dengan jelas apa sebabnya kakek Nanda menghancurkan Hutan Khandawa dengan kobaran api. Ceritakan pada ananda bagaimana Sri Krishna menolongnya dalam hal itu. Buatlah ananda bahagia dengan menceritakan kejadian ini kepada nanda.” Parikshit bersujud di kaki Wyasa dan mohon agar
hal ini diceritakan kepadanya. Wyasa memujinya dan berkata, “Baiklah, Nanda mengajukan permohonan yang menambah reputasi Nanda. Akan saya kabulkan.”



Kemudian dilanjutkannya, “Suatu kali ketika Krishna dan Arjuna sedang beristirahat dengan riang di pasir di tepi sungai Yamuna, tanpa menyadari dunia dan segala keruwetannya, datanglah seorang brahmin lanjut usia mendekati mereka dan berkata, “Nak, saya hampir mati kelaparan. Berilah saya sedikit makanan untuk meredakan rasa lapar saya, jika tidak, saya tidak
mampu lagi bertahan hidup.” Mendengar perkataan ini, tiba-tiba mereka sadar bahwa orang yang datang ini aneh. Walau secara lahiriah tampak wajar, ada cahaya kedewataan di sekelilingnya yang memperlihatkan bahwa ia bukan manusia biasa. Sementara itu Krishna datang dan menyapanya, ‘Brahmin yang agung, tampaknya anda bukan manusia biasa. Anda tidak akan puas dengan
makanan yang lumrah, itu dapat saya duga. Katakan kepada saya, makanan apa yang anda inginkan, pasti akan saya berikan kepada Anda.’ Arjuna berdiri di
kejauhan mengawasi dan mendengarkan percakapan ini dengan sangat heran. Didengarnya Sri Krishna yang memuaskan rasa lapar segala makhluk di seluruh
alam, bertanya kepada Brahmin kurus kelaparan ini, makanan apa yang dapat memuaskannya! Krishna bertanya demikian tenang dan demikian penuh pertimbangan sehingga Arjuna merasa sangat heran dan ingin tahu.”

“Brahmin itu mendadak tertawa dan berkata, ‘Bhagawan, tidakah Paduka mengenali saya? Tiada apapun di dunia ini, bukan, di seluruh empat belas alam, yang tidak Paduka ketahui. Saya adalah Prana, salah satu prinsip
kehidupan; dalam ciptaan Paduka saya adalah Agni, prinsip api. Saya menyesal harus memberitahu paduka bahwa saya pun jatuh sakit. Untuk menyembuhkan
gangguan pencernaan saya, saya rasa saya harus melahap sari pepohonan di Hutan Khandawa. Hutan itu harus dihanguskan dalam api. Hanya itulah yang dapat memuaskan rasa lapar dan memulihkan selera saya.”

“Mendengar ini Krishna bertanya kepadanya, ‘Baiklah, makanlah; mengapa Anda datang kepada saya untuk ini? Ini sungguh mengherankan. Anda mempunyai kekuatan untuk menghabiskan seluruh jagat raya menjadi abu! Mengapa anda menginginkan pertolongan orang lain? Ketika Krishna bertanya seperti itu kepadanya, berpura-pura tidak mengerti, Agni menjawab, ‘Bhagawan, Paduka
mengetahui segala sesuatu. Bukankah ular yang hebat, Takshaka, hidup di Hutan Khandawa bersama kaum kerabatnya, para abdi dan teman-temannya? Indra, Dewa Hujan, adalah sahabatnya, karena itu ia telah mengambil tanggung jawab untuk menjaga hutan ini dari bahaya api dan bencana lain. Ia telah berjanji akan menyelamatkan hutan itu dan dengan demikian menyelamatkan Takshaka. Karena itu, begitu saya mulai melahap hutan tersebut, Indra akan mengirim anak buahnya dan menyiram hutan tersebut dengan hujan. Saya akan basah kurup tidak dapat bergerak sehingga tidak mampu membakar lagi. Karena itu saya mohon pertolongan Paduka.

“Krishna tertawa mendengar kekhawatirannya. Kata Beliau. ‘Jika demikian, kami akan menolong Anda. Katakan apa yang harus kami lakukan, kami akan siap.’ Agni merasa senang. Ia berseru, ‘Saya sungguh terberkati; saya selamat. Paduka dapat menolong saya jika Paduka memayungi hutan itu dengan atap yang terbentuk dari pancaran anak panah sehingga hujan yang dicurahkan Indra tertahan dan saya dapat melahap hutan itu tanpa gangguan. Krishna meyakinkan Agni bahwa permohonannya akan dikabulakn. Kakek Ananda berkata
kepada Agni sebagai berikut, ‘Anda dapat membakar hutan itu tanpa ragu. Senjata saya mengandung kekuatan yang cukup besar untuk melawan dan menaklukan tidak hanya satu Indra, tetapi bahkan sepuluh juta dewa hujan. Tetapi saya tidak membawa anak panah yang diperlukan untuk operasi ini dan kereta yang dapat mengangkut seluruh beban itu. Jika ini disediakan, saya akan melaksanakan tugas yang Anda berikan dengan izin Sri Krishna.”

“Nak, Parikshit, Nanda harus ingat bahwa Krishna menerima senjata itu hanya untuk menyenangkan Dewa Api; Beliau tidak memerlukan senjata semacam itu.
Tidak ada senjata yang lebih ampuh dari pada kehendak Beliau; dalam waktu kurang dari sedetik Beliau dapat mengubah bumi menjadi langit dan langit menjadi bumi. Bila bergerak diantara manusia Beliau memainkan peran sebagai manusia, karena itu manusia lalu membuat dugaan-dugaan mereka sendiri tanpa memahami makna lebih dalam yang terkandung dalam berbagai tindakan Beliau. Hal ini tiada lain akibat khayal yang menyelubungi pandangan manusia.”

“Setelah mohon diri dari Krishna dengan cara ini, Agnidewa mulai melahap Hutan Khandawa. Tepat pada waktu itu, sebagaimana dugaaan sebelumnya, Indra
mengirim para pembantunya untuk menyelamatkan hutan itu dari kebinasaan. Usaha mereka tidak berhasil menolongnya. Mereka kembali kepada junjungan
mereka dan melaporkan kegagalan itu. Maka Indra sendiri diiringi para pengikutnya yang gagah berani bergegas menuju tempat itu untuk menyelamatkan
Hutan Khandawa dan menyerang kakek Ananda, Arjuna.”

“Arjuna menyambutnya dengan anak panah dari busur gandiwanya yang termasyhur. Indra pun berjuan dengan segenap kekuatannya. Dalam beberapa menit para pengikut Indra mengundurkan diri, tidak sanggup menahan hujan anak panah yang menyerang mereka dari segala penjuru. Indra sadar bahwa orang yang mengalahkan mereka adalah puteranya sendiri, Arjuna; ia merasa sangat malu karenanya. Ia menyesal karena tidak mampu mengalahkan anaknya sendiri lalu kembali dengan sedih dan kehilangan semangat.”

“Sementara itu Dewa Api melahap hutan dengan riang dan penuh selera makan, menelan segala sesuatu dengan ribuan lidahnya yang membara dan menimbulkan kebakaran yang hebat. Hanya abu yang tertinggal. Melihat ini burung margasatwa hutan berusaha menyelamatkan diri dari bencana tersebut, tetapi tidak berhasil; mereka terperangkap api dan terbakar hidup-hidup. Krishna
mengelilingi hutan itu dengan kereta Beliau untuk mencegah penghuninya lari keluar menyelamatkan diri, terutama ular dan binatang-binatang lain. Beliau
melihat Takshka, sahabat Indra, sedang meloloskan diri dari api. Krishna memanggil Arjuna ke dekat Beliau untuk menunjukkan hal ini; kesempatan itu memberi Takshaka peluang untuk menjalar keluar dari hutang dan bergegas menuju Kurukshetra.”

“Agni mengejar ular itu; ia minta bantuan Dewa Angin untuk mengejar dengan kecepatan angin. Takshaka memohon perlindungan Maya, arsitek para dewa dan
danawa . Bersama Maya ia bergegas menuju Kurukshetra. Krishna mengetahui hal ini dan mengejar mereka. Pada waktu itu Maya menyerah kepada Arjuna dan mohon perlindungan baginya sendiri dan bagi pihak yang dilindunginya yaitu Takshaka. Arjuna mengabulkan permohonannya. Maya, karena sangat berterima kasih bersujud di kakinya lalu berkata, “Oh, putera Pandu, saya tidak akan pernah melupakan kebaikan Anda. Saya akan melakukan apa saja yang dapat saya perbuat untuk anda dengan segala senang hati. Anda hanya perlu
memberitahukan keinginan anda.”

“Kakek Ananda berpikir sebentar lalu menjawab, ‘Maya, jika anda ingin menyenangkan hati saya, saya hanya minta satu hal, bangunlah suatu balai pertemuan yang tiada duanya di bumi ini bagi kakak saya untuk mengadakan sidang. Gedung itu harus demikian megah sehingga tidak ada dewa, danawa, atau gandharwa dapat membuat bangunan yang sama untuk dirinya sendiri. Semua yang melihatnya harus kagum dan terpesona. Saya tidak memiliki keinginan lain, selain ini.’ Krishna pun memberi saran, ‘Di balairung yang hebat itu
anda harus memasang singgasana yang mengagumkan untuk tempat duduk Dharmaraja, hanya dengan demikianlah balairung itu akan benar-benar megah.”

“Apakah Ananda perhatikan Parikshit, betapa Krishna mencintai kakek Ananda? Apakah Nanda memerlukan lebih banyak lagi bukti yang meyakinkan untuk mengetahui bahwa Beliau selalu memikirkan kesejahteraan bakta Beliau? Duryodhana merasa iri melihat balairung yang hebat itu. Duryodhana, Dussasana dan teman-teman mereka kebingungan dan dipermalukan hingga merasa
terhina ketika mereka mengira ada air di tempat yang tidak ada airnya, dan mengira bahwa ada pintu ditempat yang tidak ada pintunya!

Mereka jatuh di berbagai tempat dan kepala mereka terbentur berbagai dinding sehingga mereka menjadi sangat benci kepada Pandawa. Pihak kaurawa terus
menerus berkomplot untuk membinasakan Pandawa, tetapi karena Pandawa memiliki rahmat Krishna secara berlimpah, mereka dapat mengatasi semua usaha
pembunuhan itu seakan-akan hal tersebut hanyalah permainan anak kecil dan mereka menikmati berbagai pernyataan belas kasih Beliau. Kaurawa juga bukan
kepalang bencinya kepada Sri Krishna karena mereka mengerti bahwa Putra Yasodalah yang menganugerahkan nasib baik dan kemujuran kepada Pandawa. Tetapi apa yang dapat dilakukan manusia kepada penguasa segala ciptaan. Memupuk kebencian kepada Beliau hanya menunjukan kebodohan diri sendiri.

Pada waktu Wyasa menceritakan kisah Takshaka, Parikshit mendengarkan dengan penuh perhatian. Ketika beliau menyudahinya, Parikshit bertanya dengan heran, “Apakah alasan yang menyebabkan Kaurawa menganiaya dan menghina nenek ananda, Draupadi? Bagaimana para kakek ananda menanggung penghinaan yang
ditimpakan Kaurawa kepada permaisuri mereka? Bagaimana kejadiannya sehingga mereka hanya diam menyaksikan tanpa mampu membalas atau menghukum Kaurawa ketika permaisuri mereka dihina di depan umum dalam sidang keraton? Nanda benar-benar tidak mengerti bagaimana peristiwa ini terjadi. Ceritakanlah kejadian yang sesungguhnya kepada nanda agar menjadi jelas. Ananda yakin maharesi dapat melenyapkan keraguan nanda.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar