Umat
hindu terutama di Bali sangat meyakini , bahwa orang yang lahir pada
Wuku Wayang (lebih lebih pada Tumpek Wayang) merupakan hari kelahiran
yang cemer, mala serta melik (kepingit). Dan kebanyakan orang tua yang
mempunyai anak lahir pada wuku wayang merasakan ketakutan dan was was
atas kelanjutan kehidupan anaknya. Kebanyakan yakin dengan adanya cerita
Geguritan Suddamala yang menceritakan ; Dewa Siwa pura pura sakit keras
, dan mengutus Dewi Uma mencari Lembu Putih dialam fana sebagai obat.
Dan sebelum susu didapat Dewi Uma tidak dipekenankan kembali ke
Siwaloka, Sang dewi sangat patuh melaksanakan perintahnya, singkat
cerita Dewi Uma menemukan Lembu Putih tersebut, ternyata untuk
mendapatkan susu lembu dewi uma harus melakukan hal yang tidak terpuji
yaitu harus mengorbankan
kehormatannya dengan si gembala . Dan atas
perbuatannya itu Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma menjadi Dewi Durga, berujud
raksasa dan tinggal di Setra Gandamayu. Dan selanjutnya dari hubungan
itu lahirlah seorang anak bermasalah yaitu Dewa Kala sosok makhluk
raksasa yang menyeramkan yang konon lahir pada Sabtu Kliwon Wuku Wayang
(terkenal dengan Tumpek Wayang). Putra dari Dewa Siwa yang menyamar
sebagai pengembala, merasa bertanggung jawab dengan penyamarannya
mengakui Dewa Kala putranya. Atas pertanyaan Dewa Kala makanan apa yang
bisa disantap, Dewa Siwa memberi Ijin kepada putranya orang yang lahir
menyamai kelahiran Dewa Kala sendiri dan . Ternyata, putra siwa
berikutnya yakni Rare Kumare lahir di Tumpek Wayang. Maka Dewa Kala pun
harus menyantap Rare Kumare meskipun adik kandungnya sendiri, Nah
cerita ini berkembang disebut Sapuh Leger.
Kata Sepuh Leger berasal dari kata Sepuh
dan Leger yang artinya pembersihan dari kekotoran dan masyarakat lakon
ini ditampilkan melalui pertunjukkan wayang, secara keseluruhan “ Wayang
Sapuh Leger adalah drama ritual dengan sarana pertunjukkan wayang
kulit yang bertujuan untuk pembersihan atau penyucian diri seorang
akibat tercemar atau kotor secara rohani. Di masyarakat berkembang
adanya suatu pertanyaan sekaligus pendapat tentang hal itu, yaitu yang
benar dan patut tentang “dalang brahman atau brahmana dalang”. untuk hal
itu, disamping sebagai wujud bhakti kehadapan Ida Bhatara Kawitan dan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga sebagai pelaksanaan bhakti sosial
kehadapan umat hindu juga untuk memberikan pemahaman kehadapan umat
hindu tentang pelaksanaan upacara Sapuh Leger baik dari segi tata
laksana proses dan yang berhak dan berkewenangan untuk “muput”.
Sesuai dengan apa yang
disebutkan di depan tentang pemberian suatu pemahaman perihal
pelaksanaan upacara Sapuh Leger, pada kesempatan ini disampaikan
beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang Amengku Dalang (baca:
Dalang Mpu Leger) yang berkewenangan sebagai pemuput dan dibantu oleh
yang lainnya, adalah sebagai berikut :
Dalang seharusnya seorang Dalang Brahmana
yaitu seorang Pandita sebagai Dalang dan atau yang berlatar belakang
dalang yang disebut Ida Mpu Leger.
Beliau adalah seorang Mpu Leger yang
mampu dan paham serta menguasai Ketattwaning / Dharma Pewayangan.Beliau
juga tahu dan paham serta menguasai mantram pengelukatan seperti : Agni
Nglayang, Asta Pungku, Dangascharya, Sapuh Leger serta mantram
pengelukatan lainnya.Beliau memang benar-benar mampu dan menguasai
Gagelaran sebagai seorang Pandita (Mpu Leger) dan dalam segala tindak
tanduk dan tingkah laku tiada terlepas dari Sesana Kawikon (siwa sesana)
antaranya sebagai Sang Satya Wadi, Sang Apta, Sang Patirthan Dan Sang
Penadahan Upadesa (siwa-sadha siwa-parama siwa).
UPAKARA
Sesuai dengan apa yang
disebutkan dalam beberapa lontar penunjang, khususnya Lelampahan Wayang
Sapuh Leger disamping juga atas petunjuk dan hasil wawancara (baca:
Nunasang) kehadapan Ida Pandita Mpu Leger tentang pelaksanaan Upacara
Bebayuhan Weton Sapuh Leger, maka dapat disebutkan bahwa untuk
upacaranya sebagi berikut :
1. Umum.
Untuk upakara dimaksud adalah dihaturkan kehadapan-Nya bagi sang maweton secara keseluruhan antaranya :
- Ngadegang Sanggar Tuttuan / Tawang (sanggar tawang ).
- Ring Sor Surya : Caru mancasata
- Banten Panebasan san Maweton :
- Banten arepan Kelir :
- Ring Lalujuh Kelir
- Banten Sang Dalang Mpu Leger : Bebangkit Asoroh
- Genah tirtha Mpu Leger, Sangku Suddhamala
- Tebasan Sungsang Sumbel
- Tebasan Sapuh Leger :
- Tebasan Tadah Kala :
- Tebasan Penolak Bhaya :
- Tebasan Pangenteg Bayu :
- Tebasan Pengalang Hati :
- Sesayut Dirghayusa ring Kamanusan :
- Daksina Panebusan Bhaya :
Medudus Luwun setra lan luwun
pempatan, luwun pasar,gumpang injin,gumpang ketan,gumpang padi , rambut
Ida Pandita lan menyan, dengan upakara suci pejati lan segehan panca
warna ditempatkan di pane . semua proses ini dilakukan didepan angkul
angkul baru dilanjut kan dengan pelukatan secara bersama sama ring
pemedal lebuh..
Tirta pemuput :
- Tirta Kelebutan
- Tirta Campuan
- Tirta Segara
- Tirta Melanting
- Tirta Pancuran
- Tirta Tukad Teben Seme/Setra
- Tirta Padmasari ring Sekrtariat
- Tirta Merajan soang soang
- Tirta Pengelukatan Wayang
- Tirta Jagat Nata
- Tirta Pemuput/ Sulinggih
Khusus.
Disamping upakara secara umum
di atas, untuk masing-masing dari mereka yang dibayuh dibuatkan upakara
khusus sesuai hari kelahiran, antaranya berupa : Suci pejati,
Praspengambean tumpeng 7 asoroh, daksina gede sesuai urip kelahiran,
sesayut pengenteg bayu,merta utama, pageh urip dan disurya munggah Suci
pejati, Bungkak Nyuh Gading lan pengeresik jangkep dan dilengkapi
sesayut-sesayut sesuai dengan kelahiran :
Wetu Redite : Sesayut Sweka Kusuma –
Wetu Soma : Sesayut Nila Kusuma Jati / Citarengga
Wetu Anggara : Sesayut Jinggawati Kusuma / Carukusuma –
Wetu Budha : Sesayut Pita Kusuma Jati / Purnasuka
Wetu Wraspati : Sesayut Pawal Kusuma Jati / Gandha Kusumajati –
Sesayut sang wetu Sukra: SESAYUT RAJA KUSUMA JATI / WILET JAYA RAJA DIRA
Sesayut sang wetu Sukra: SESAYUT RAJA KUSUMA JATI/WILET JAYA RAJA DIRA:
Wetu Saniscara : Sesayut Gni Bang Kusuma Jati / Kusuma Gandha Kusuma
Beberapa tattwa atau filsafat yang
dipakai rujukan pada pelaksanaan Upacara Bebayuhan Sapuh Leger ini salah
satunya rujukan dari :
Lontar Kala Purana ( Pusdok Denpasar lembaran 1 s/d 89).
Lelampahan Wayang Sapuh Leger (K 2244) 1 s/d 100 dan bebantenannya.
Kidung Sapuh Leger (645).
Pedoman Pelaksanaan Bebayuhan Sapuh Leger Oleh Ida Bgs Puja
Warespati Tatwa lan Bebayuhan Oton
Upacara Bebayuhan Weton Sapuh Leger MGPSSR Kecamatan Gianyar 2010
Wayang Sapuh Leger Fungsi dan Maknanya dalam Masyarakat Bali Oleh I Dewa Ketut Wicaksana.
Sumber : hindu bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar