Tempat Suci didalam Pekarangan Rumah
sangatlah penting dalam kaitannya dengan hubungan umat dengan Tuhan.
Sering juga umat menanyakan bangunan/pelinggih apa saja yang mesti
dibuat dalam pekarangan rumah tersebut. Menurut beberapa sumber,
bangunan/palinggih yang harus ada didalam pekarangan rumah adalah
sanggah dan tugu Pangijeng/penunggun karang. Berikut penjelasannya;
Secara konvensional, pendirian
suatu bangunan, apakah nantinya disebut rumah ataupun palinggih telah
diatur sedemikian rupa di lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta
bhumi. Jika mengacu pada petunjuk lontar tersebut, maka pembagian
peruntukan lahan selalu berpijak pada ajaran tri hita karana, dimana
akan disediakan lahan untuk menghubungkan diri dengan tuhan (uttama
mandala) dalam bentuk pendirian sanggah/merajan. Lahan untuk
menghubungkan dengan antar sesama (madya Mandala) dalam bentuk
perumahan. Dan lahan untuk berinteraksi dengan alam lingkungan (nista
mandala) dalam bentuk teba lengkap dengan tanaman dan ternak peliharaan.
Pitra puja yaitu pemujaan
kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan
ajaran pitra yadnya dan erat kaitannya dengan adanya pitra rna.
Secara fisik, terutama bagi umat
hindu di bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar bali,
wujud nyatu ditandai denga dari pitra puja itu pendirian
sanggah/merajan. Merajan inilah yang berfungsi sebagai tempat suci
memuja roh suci leluhur yang telah menjadi dewa pitara (sidha dewata).
Diawal pembuatan sanggah, banyak
umat yang menggunakan pepohonan, terutama pohon dapdap yang dipercayai
sebagai taru sakti. Sanggah dari pohon dapdap ini sering juga sering
disebut sanggah turus lumbung. namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
maka didirikanlah sanggah permanen. Mengenai batasan waktu penggunaan
turus lumbung memang secara mutlak tidak ada ketentuannya. sebab sesuai
dengan sifat ajaran agama hindu yang luwes, pengalamannya selalu
dikembalikan kepada umat yang bersangkutan, Terutama masalah kemampuan
umat untuk membuat sanggah yang permanen atau tidak.
Menurut suratan lontar siwagama
dengan tegas menyatakan bahwa setiap keluarga (hindu) dianjurkan untuk
mendirikan sanggah kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang
berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi
kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau dipuja di sanggah kemulan
itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur.
Dengan berpijak pada 2 lontar
diatas, jelas bahwa syarat minimal untuk membangun tempat suci di sebuah
rumah tangga adalah adanya bangunan/palinggih kamulan yang secara
fisikmerupakan bangunan merong telu (memiliki tiga ruangan). Namun
menurut lontar asthabhumi, palinggih lengkap untuk tempat suci keluarga
adalah padma sari, kemulan , taksu dan anglurah plus jika memungkinkan
piyasan. Hanya saja dalam prakteknya padmasari tidak selalu didirikan.
Tetapi bagi masyarakat
perantauan untuk tetap memelihara hubungan kekrabatan dengan keluarga
induk, disamping dengan lahan memang sempit bias mendirikan palinggih
padmasari saja.
Padmasari
adalah
suatu bangunan/palinggih yang ditempatkan di timurlaut dimana pada
bagian diatasnya dibuat terbuka dan pada bagian tabing mahkota dipahat
lukisan/relief hyang acintya. Fungsi padmasari adalah sebagai tempat
pengayatan (pemujaan) Hyang Widhi dan bhatara-bhatari. Dengan demikian
Padmasari selain amat cocok bagi keluarga dengan lahan sempit, yang
penting lagi wujud bakti kepada leluhur tetap bias dilaksanakan.
Sanggah kemulan
merupakan
tempat berstananya bhatara hyang guru, yang juga merupakan tempat
pemujaan/pengayatan Tri Murti. Ini sesuai dengan bunyi mantra saat muspa
di hadapan rong tiga; “om brahma wisnu iswara dewam……” selain itu
Fungsi sanggah kemulan adalah sebagai tempat suci untuk memuja
Bhatara-bhatari leluhur atau dewa pitara, sedangkan kedudukanny sebagai
pura kawitan yaitu tempat suci pemujaan dimana para penyungsungnya
terikat dalam satu garis keturunan.
Selain sanggah kemulan, yang
termasuk ke dalam pura kawitn yaitu pura paibon, panti dan pedarman.
Bedanya, lingkup penyungsung sanggah kemulan lebih terbatas yaitu
keluarga inti terdekat yang masih serumah atau senatah (beberapa rumah
dalam satu halaman).
Sedangkan pura kawitan yang
lain, dalam lontar siwagama disebutkan, apabila keluarga inti sudah
berkembang menjadi 10 keluarga hendaknya mendirikan pelinggih hedong
pertiwi, jika sudah menjadi 20 keluarga hendaknya mendirikan palinggih
ibu, dan kalau sudah mencapai 40 keluarga membangun pura panti. Akhirnya
pura kawitan (yang fungsinya sebagai pemersatu dari keluarga – keluarga
yang satu sama lain memiliki ikatan keturunan meski berasal dari
keturunan jauh sekalipun) disebut pura pedharman. Di pura pedharman
inilah seseorang akan mengetahui bahwa walaupun dalam kehidupan
sehari-hari mereka tidak saling mengenal, ternyata mereka berasal dari
keturunan yang sama. Ibarat ranting – ranting pohon yang tidak saling
bersentuhan , tetapi kesemua ranting berpangkal pada akar yang sama
(satu).
Palinggih Pangijeng/Panunggun Karang
Konsepsi
ketuhanan dalam agama hindu membenarkan adanya pemujaan ista dewata
yaitu manifestasi hyang widhi yang diinginkan kehadirannya dalam
pemujaan pada suatu palinggih dan atau pura. Oleh karena itu, maka apa
yang disebut tugu atau penunggu karang sesungguhnya tidak bisa
dilepaskan dari konsep tersebut. Sesuai dengan namanya, fungsi panunggun
karang adalah sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya
agar senatiasa berada dalam lindunganNya, tentram, rahayu sekala
niskala.
Mengenai pendirian palinggih
yang disebut dengan tugu dengan berbagai jenisnya sesuai dengan lontar
asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi, ternyata tidak selalu
harus berada di lahan uttama mandala.
Setelah dicermati petunjuk lontar diatas, diketahui bahwa terdapat 5 jenis tugu;
yang
apabila bentuk lahan mengarah timur-barat makan penempatannya 2 jenis
tugu di lahan uttama mandala (areal sanggah/merajan) yaitu tugu
penyarikan, di posisi tenggara menghadap ke barat, dan tugu anglurah
sedan dengan posisi di baratlaut menghadap keselatan.
Di
lahan madya mandala, juga terdapat 2 jenis tugu, yaitu tugu ajaga-jaga
berkedudukan di pintu masuk bagian kanan menghadap ke barat dan tugu
(surya) pangijeng natah berkedudukan di tengah-tengah natah (pekarangan)
menghadap kebarat/selatan.
Dan akhirnya di lahan nista mandala terdapat jenis tugu yaitu tugu panunggun karang terletak di barat laut menghadap ke selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar