Dalam tuntunan spiritual Jawa disebutkan: Witing bilai amarga tuna pangerten (mendapat celaka karena kurangnya pengetahuan). Witing kalantur amarga tanpa pitutur (kesalahan yang berkelanjutan karena tidak adanya tuntunan). Witing katula amarga sepi grahita (jiwa terlunta-lunta karena tidak pernah merenung). Ananing siksa saka ing dosa (adanya siksa karena dosa). Wangening siksa sapundhating dosa (batasnya siksa seiring habisnya dosa). Witing luput saka kalimput (penyebab salah karena tertutupi). Weruh ing sisip sayekti sulit (menyadari kekeliruan benar-benar sulit). Rehne kaprah tan nyana salah (karena lumrah tidak mengira itu salah). Weruh ing angger amarga ing bener (tahu hukum kebenaran karena benar). Angger bawana maneka warna (hukum alam bermacam-macam). Angger kodrat kenceng kaliwat (hukum kodrat (rta) tidak bisa dibelokkan). Angele ngelmu yen durung katemu (sulitnya ilmu jika belum dipahami). Gampange ngelmu yen wis katemu (gampangnya ilmu jika sudah dipahami). Budi hayu manggih rahayu (buddhi mulia menemukan kerahayuan). Durangkara manggih sangsara (angkara murka menemukan sengsara). Lepas nalar jagad jembar (wawasan luas dunia jadi lebar). Nalar cendhak jagad rupak (wawasan sempit dunia pun jadi sempit).
Kepapaan serta kesengsaraan manusia itu benar-benar karena
kesalahannya sendiri. Salah karena sering melanggar hukum kodrat (rta),
tetapi pada umumnya manusia tidak merasa melanggar, karena tidak
memahami hakekat hukum kebenaran. Pemahaman tentang hukum kebenaran
adalah jenis pemahaman yang rumit, yang tidak sembarang orang bisa
mengerti. Manusia sering celaka karena kurangnya pengetahuan hukum
kodrat (rta). Contoh sederhana: Bara itu panas adalah hukum kodrat.
Seorang bayi yang tertarik akan cahaya gemilang dari bara kemudian
menyentuhnya, sudah tentu tangannya terbakar bara api. Bayi itu
menanggung celaka karena tidak adanya pengetahuan (witing bilai amarga tuna pangerten).
Pengetahuan akan rta ini sangat perlu untuk dimengerti: bara api itu
panas, alam ini ciptaan, semua ciptaan tidak langgeng, semua sebab
menimbulkan akibat, tidak ada kejadian yang tanpa sebab, bahagia
tidaknya manusia tergantung pada karmanya sendiri, Atman itu tidak bisa
mati, dan sebagainya yang dinamakan hukum pranantan kodrat. Manusia
yang menyalahi aturan kodrat akan menyebabkan kesengsaraan, jiwa yang
terlunta-lunta, samsara dan samsara lagi seakan-akan tanpa ada akhirnya.
Mudah-mudahan kita diberikan perenungan. Menyadari kesalahan sendiri itu sungguh sulit (weruh ing sisip sayekti sulit). Kebanyakan orang tidak gampang mau mulat sarira untuk
merasakan atau menyadari bahwa ada kesalahan di dalam dirinya. Jika
orang tidak pernah merenung serta kurang dalam pemahaman akan hakekat
kebenaran akhirnya perbuatannya terus berkelanjutan dan semakin menjauh
dari Kebenaran. Perenungan rohani sangatlah perlu dilakukan, ajeg
setiap hari, semakin dalam dan semakin dalam. Semakin dalam semakin
halus dan semakin rumit. Semua itu harus dilakukan dengan sabar untuk
mendapatkan pemahaman. Pemahaman yang benar pada akhirnya dengan
sendirinya menyeret orang pada perenungan yang sangat dalam dan masuk
ke dalam sumber dari segala perenungan. Tidak ada orang lain yang bisa
mengantarkan masuk ke dalam kesadaran sejati itu kecuali Diri orang itu
sendiri.
Para guru besar spiritual acapkali berkata, “Pembebasan ada di dalam
dirimu.” Orang-orang suci nan bijaksana berpesan agar kita melihat
Brahman dalam segala hal. Bahwasannya, kita ada di dalam Brahman, dan
Brahman ada di dalam diri kita. Untuk menyadari Kesadaran Tertinggi
dalam diri kita, kita harus memiliki tubuh yang kuat dan pikiran yang
murni. Bagi pecinta hidup kerohanian, kata-kata itu merasuk sangat kuat
ke dalam hati, atau mungkin bagi siapa saja yang mendengarkannya.
“Brahman ada di dalam diri setiap orang. Lihatlah Dia di sana. Brahman
adalah maha besar hadir di mana saja. Memandang segalanya sebagai
manifestasi dari Brahman, dan kita akan menyadari Kebenaran.” Kata-kata
sederhana untuk kebenaran sederhana, tetapi sangat sulit untuk
dilaksanakan.
Kita terus melewati kehidupan, kita hanya melihat bagian-bagian
kecil dari hidup. Kita tidak melihat secara keseluruhan. Kita tidak
bisa melihat secara keseluruhan. Di dalam hati kita yang masih diliputi
awidya selalu timbul pertanyaan, “Bagaimana mungkin satu bagian melihat
keseluruhan?” Jadi, kita menyesuaikan diri dengan satu bagian kecil,
bagian kecil kita. Kita berusaha menghindari bagian-bagian yang
menyakitkan dan mengumpulkan bagian-bagian yang menyenangkan.
Kebanyakan orang berada dalam dualitas ini sepanjang hayat, dikelilingi
kekuatan keinginan dan pemenuhan dualitas tersebut. Ada kalanya jiwa
yang lebih dewasa melepaskan diri dari lingkaran
keinginan-pemenuhan-kesenangan-kerugian-kesedihan-penderitaan-dan-kegembiraan
serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: “Siapakah Brahman? Di
manakah Brahman? Bagaimana mungkin kita mengenali Brahman?”
Brahman tidak punya nama, tetapi semua nama adalah nama Brahman.
Apakah kita menyebut Dia ini atau itu, Dia tetap Dia. Tetapi dalam
tradisi kita, kita menyebut Brahman dengan nama kesayangan
masing-masing, yang hanya salah satu dari ribuan nama tradisional yang
diberikan kepada-Nya. Tuhan ada di dalam diri kita sekaligus di luar
diri kita. Bahkan keinginan, pemenuhan keinginan, kegembiraan, sakit,
duka cita, kelahiran dan kematian—itu semua adalah Brahman. Ini
sulit dipercaya bagi individu sempit yang tidak bisa melihat bagaimana
suatu kebaikan dan kasih sayang Brahman dapat membuat sakit dan duka
cita. Kenyataannya, kita merasa bahwa Brahman tidak
begitu—tidak pada rasa yang biasa dipikirkan. Brahman menetapkan hukum
karmaphala, hukum sebab akibat, setiap sebab membawa akibat, setiap
akibat pasti ada sebabnya, tidak ada kejadian tanpa sebab. Brahman
mendekritkan bahwa setiap energi yang dikirim ke dalam gerakan, kembali
memantulkan energi dengan kekuatan yang sama.
Saat melihat hukum alam ini dengan teliti, kita dapat melihat bahwa
kita membuat kegembiraan kita sendiri, sakit kita sendiri, duka cita
kita sendiri dan kita sendiri yang membebaskan dari duka cita. Kita
tetap tidak bisa mantap melakukan ini kecuali karena kekuatan dan
eksistensi dari Brahman kita yang tercinta. Kita membutuhkan banyak
meditasi untuk merasakan Brahman dalam segala hal, melalui semua benda.
Dalam usaha yang keras ini, disiplin regular sehari-hari harus tetap
diikuti juga, dan itu sangat perlu untuk dilakukan. Melalui berbagai
upacara (ritual) dengan berbagai upakara (sarana prasarana) apapun
bentuknya, dilanjutkan dengan susila (langkah nyata yang sejalan dengan
tujuan upacara), lakukanlah semuanya dengan dasar hati yang tulus
mulus, sebagai yadnya kita. Ini melatih kita pada pelayanan tanpa
pamrih, salah satu bentuk gemblengan untuk berserah diri secara total.
Brahman adalah Penguasa pribadi yang kekal (immanent), dan Dia teramat gaib (transcendent).
Brahman adalah kasih tanpa batas. Dia mengasihi semuanya tanpa pilih
kasih. Setiap nyawa dicipta oleh-Nya dan dituntun oleh-Nya melalui
hidup. Brahman ada di mana saja. Tidak ada tempat di mana Brahman tidak
ada. Dia ada di dalam diri kita. Dia ada di tempat-tempat ibadah. Dia
ada di pepohonan. Dia ada di langit, di awan, di planet-planet. Dia
adalah galaksi yang beterbangan berputar-putar di angkasa dan juga
angkasa di antara galaksi. Dia adalah alam semesta. Kreasi tarian
kosmis-Nya, penyatuan dan pemutusan terjadi sangat cepat di setiap atom
alam semesta. Brahman ada di semua benda. Dia meresap di semua benda.
Dia adalah kekal adanya (immanent), dengan wujud yang indah,
wujud seperti manusia yang dapat dilihat dengan nyata dan dapat dilihat
oleh banyak orang dalam gambaran-gambaran. dia juga teramat gaib (transcendent), sukar dipahami, di luar pengertian dan pengalaman manusia biasa, di luar waktu, bentuk dan ruang.
Itu terlalu sulit bagi pikiran untuk memahami, bukankah begitu? Oleh
karena itu, kita harus meditasi dalam hal ini. Brahman sangat dekat
dengan kita. Di mana dia tinggal? Di ketiga alam (triloka): bhurloka
(alam kewadagan), bhuwahloka (alam kehalusan) dan swahloka (alam
kelanggengan). Dan dalam wujud ini dia dapat berbicara, berpikir,
mengasihi,menerima pemujaan kita, dan menuntun karma kita. Dia
memerintah banyak sekali Jiwa-Jiwa Utama yang senantiasa melaksanakan
kehendak Brahman di seluruh penjuru dunia, di seluruh galaksi, di
seantero alam semesta. Hal ini disampaikan kepada kita oleh para rishi;
dan kita yakin akan menemukannya sendiri dalam meditasi kita sendiri,
Brahman Yang Maha Agung yang selama ini selalu kita sembah. Kita tidak
pernah takut pada-Nya. Dia adalah Pribadi dari diri kita sendiri. Dia
lebih dekat daripada napas kita sendiri. Alamnya adalah kasih, dan jika
kita memuja-Nya dengan setia, kita akan mengenal makna dari kasih dan
mengasihi yang lain. Mereka yang taat kepada Brahman akan mengasihi
semua orang, tanpa kecuali. Mereka yang masih memiliki kebencian sama
sekali belum mengenal Brahman.
Bagaimana Brahman dapat dilihat di mana saja dan pada semua orang.
Dia di sana sebagai Jiwa dari setiap nyawa. Kita dapat membuka mata
batin kita dan lihatlah Dia pada orang lain, lihatlah Dia di dunia
sebagai alam. Sedikit demi sedikit, gembleng diri kita sendiri untuk
meditasi pada waktu yang sama setiap hari. Meditasi, temukan pusat
hening dalam diri kita, kemudian pergilah jauh ke dalam, menuju inti
Diri kita yang sejati. Perlahan-lahan kemurnian datang. Perlahan-lahan
Kesadaran Tertinggi datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar