Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi "Pasek Dukuh Bunga Asahduren": Galungan : Menang Melawan Diri Sendiri

Minggu, 03 Juni 2012

Galungan : Menang Melawan Diri Sendiri

dambho darpo’fimansca
krodhah paarusyam eva ca,
ajnyanam ca abhijatasya
parta sampadam asurin.

(Bhagawad Gita.XVI.4).
Maksudnya: Sifat takabur atau berpura-pura, membangga-banggakan diri, pembenci, kasar, mengagung-agungkan kewangsaannya, bodoh tanpa ilmu pengetahuan oh Partha, itu adalah ciri-ciri orang yang tergolong bersifat keraksasaan.
Menurut Bhagawad Gita XVI.4-5 ada dua kecenderungan sifat manusia yaitu asuri sampad dan dewi sampad. Kecenderungan keraksasaan dan kecenderungan kedewaan. Dua kecenderungan ini terjadi karena bertemunya purusa dengan pradana yaitu unsur kejiwaan dan unsur kebendaan. Dari purusa muncul kecenderungan kedewaan dari pradana muncul kecenderungan keraksasaan. Akan menjadi positif apabila kecenderungan kedewaan menguasai kecenderungan keraksasaan.
Ciri-ciri sifat keraksaan antara lain: dhambo yaitu suka berpura-pura, darpo (sombong), abhima nasa (membangga-banggakan diri di depan orang lain), krodha (pemarah, dengki dan pendendam), abhijatasya (mengagung-agungkan kewangsaanya), parusia (berwatak keras dan kasar)dan ajnyana (bodoh tanpa ilmu atau kena tujuh kegelapan).
Kalau kecenderungan keraksasaan yang mendominasi kecenderungan kedewaan akan muncullah enam sifat keraksasaan yang negatif itu. Itulah yang menjadi musuh yang paling besar umat manusia yang berada dalam dirinya. Karena itu dalam Kekawin Nitisastra II.5 dinyatakan: ‘’Nora na satru mangelewihane geleng hana ri hati’’. Artinya, tidak ada musuh yang lebih hebat dari pada musuh yang ada dalam diri manusia. Bangkitkan segala kekuatan spiritual untuk melawan musuh yang ada dalam diri kita masing-masing. Jangan sebaliknya setiap ada masalah pada diri kita terus mengkambing-hitamkan orang lain sebagai penyebab munculnya masalah. Upayakan menganalisis terlebih dahulu, siapa sesungguhnya penyebab utama munculnya masalah tersebut pada diri kita. Kalau memang muncul dari ulah kita sendiri mengapa kita terlalu cepat menyalahkan orang lain.
Dalam merayakan Hari Raya Galungan seyogianya ada upaya untuk mensinergikan ilmu pengetahuan (patitis ikang Jnana Sandhi) untuk mengatasi musuh yang berada dalam diri kita. Semaikanlah nilai-nilai spiritualitas agama ke dalam lubuk hati kita sebagai umat manusia untuk melawan sifat-sifat keraksasaan yang berada dalam diri manusia. Sifat-sifat keraksasaan itulah sesunguhnya sebagai penyebab utama kuatnya eksistensi adharma menggeser dharma. Dalam merayakan Galungan sesungguhnya kita diingatkan agar senantiasa menciptakan kondisi diri untuk semakin kuatnya kecenderungan dewi sampad atau sifat-sifat kedewaan agar dominan dalam diri.
Sifat-sifat kedewaan itu menurut pustaka Bhagawad Gita XVI,5 antara lain: Tejah (cekatan dan tegas dalam bersikap), ksama (pemaaf), dhrti (teguh iman), sauca (suci lahir batin), adroha (bebas dari rasa benci), natimanita (tak angkuh atau sombong). Enam sifat utama itulah yang diingatkan oleh perayaan Galungan untuk senantiasa dibangkitkan. Dominasi sifat-sifat kedewaan itu akan membawa masyarakat hatinya “galang apadang” yaitu jiwa yang cerah sebagaimana dinyatakan dalam Lontar Sunarigama tentang makna perayaan Galungan. Dengan kuatnya kecenderungan kedewaan maka dharma pun akan senatiasa tegak dalam kehidupan.
Untuk membangkitkan kecenderungan kedewaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Upaya harus dilakukan secara terus menerus. Tidak bisa hanya dengan menghapalkan ajaran agama dengan membaca dan mendengarkan dharma wacana. Hal itu harus diupayakan dalam seluruh penyelenggaraan hidup ini. Dalam Bhagawad Gita VII.1 dinyatakan langkah yang wajib dilakukan yaitu: Asakta manah yaitu meneguhkan konsentrasi pikiran, yoga yunjana artinya sungguh-sungguh mempraktikan ajaran yoga. Madawasraya yaitu selalu berlindung pada Tuhan. Asamsaya artinya tidak ragu-ragu melakukan apa yang diyakini benar. Samagram artinya lakukan semuanya itu dengan sepenuh hati.
Melakukan lima hal yang dianjurkan oleh Sri Krisna dalam pustaka Bhagawad Gita itu harus dilatih terus menerus. Dalam melakukan hal itu pasti ada ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Hadapilah hal itu dengan teguh tidak mudah putus asa. Karena ciri orang kuat atau bala tidak mudah sakit, tidak mudah putus asa, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, tidak mudah kecewa, tidak menuduh, tetap teguh dan awas tawakal dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Karena itulah Galungan dirayakan setiap enam bulan wuku, maksudnya agar jangan kita lupa dan lengah memperbaiki diri setiap saat. Karena Butha Galungan selalu mengintip kita semuanya. Bhuta Galungan itu meliputi Butha Galungan, sifatnya buruk untuk mendorong kita gampang bertengkar. Buhta Dungulan sifat buruk yang mendorong kita mau menang sendiri tidak mau tahu kesusahan orang lain dan Butha Amangkurat sifat buruk yang haus kekuasaan untuk tujuan yang sempit. Tiga Butha Galungan tersebut dewasa ini masih sangat merajalela di dunia. Di mana-mana ada kerusuhan berebut pengaruh agar menang dan tidak ikhlas kalah. Di mama-mana ada orang yang haus akan kekuasaan. Demo kekerasan, ingin menang sendiri. Masih ada yang mempertahankan adat istiadat yang tidak manusiawi. Ada berbuat rusuh dengan mengatasnamakan agama. Ini menandakan masih mendominasinya sifat-sifat keraksasaan dalam berbagai pihak. Mereka-mereka itu tidak perlu dibenci dan dihujat. Kalau mereka terbukti melanggar hukum, jatuhkan sanksi secara adil. Jangan memvonis mereka dengan cara-cara yang tidak adil. Vonis yang tidak adil dan tidak benar akan merusak dharma. Vonis yang adil dan benar justru akan membuat dharma akan semakin tegak, yang dihukum dan yang menghukum akan mendapatkan pahala mulia dari Tuhan. Demikian dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra. Yang penting sebarkan kasih sayang yang tulus kepada semuanya.
Sumber: Bali Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar