Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi "Pasek Dukuh Bunga Asahduren": Lima Sikap yang Menumbuhkan “Asuri Sampad”

Minggu, 03 Juni 2012

Lima Sikap yang Menumbuhkan “Asuri Sampad”


moghaasaa moghakarmano
moghajnyana vicetasah,
raksasim asurim caiva
prakirtim mohinim sritah.

(Bhagawad Gita IX.12)
Maksudnya: Harapan yang sia-sia, pekerjaan yang sia-sia, ilmu pengetahuan yang sia-sia, tanpa perasaan. Semuanya itu menyebabkan kebingungan batin dan menyuburkan sifat-sifat keraksasaan dalam diri.
Hidup tanpa cita-cita sama dengan mati. Cita-cita tanpa kerja sama dengan mimpi. Kerja yang berhasil adalah kebahagiaan. Cita-cita adalah harapan yang terumuskan melalui analisis dan kajian yang cermat. Dengan demikian melangkah dalam mencapai cita-cita akan lebih realistis namun tetap terarah menuju cita-cita yang jelas. Cara mewujudkan cita-cita yang demikian itulah akan berhasil. Keberhasilan dalam melangkah bekerja menuju cita-cita itulah kebahagiaan.
Pada kenyataannya banyak orang yang hidup penuh harapan dalam hidupnya, tetapi tanpa dianalisis menjadi cita-cita. Hidup seperti itu tidak lain hanyalah hidup yang mengkhayalkan yang bukan-bukan. Hidup mengkhayal itu dapat menumbuhkan sifat-sifat keraksasaan atau Asuri Sampad. Menurut Bhagawad Gita yang dikutip di atas ada lima sikap hidup yang dapat menumbuhkan sifat-sifat keraksasaan yaitu:
1. Moghaasa artinya hidup dengan harapan yang sia-sia. Banyak orang yang mengharapkan sesuatu yang amat jauh dari kenyataan hidupnya. Dalam hidupnya mengkhayalkan suatu yang memberikan kenikmatan yang tidak masuk akal. Putus di sekolah dasar mengkhayal menjadi dokter memimpin rumah sakit. Mengkhayal kaya raya mendadak. Mengharapkan agar semua orang menyenangi dan menghormatinya. Tentunya hal ini tidak mungkin. Tingkatan sebagai Nabi saja ada juga orang yang tidak senang. Apalagi manusia biasa.
2. Moghakarmana artinya mengerjakan sesuatu yang sia-sia. Banyak pihak umumnya generasi muda yang setiap malam Sabtu atau malam Minggu berkelompok begadang dengan sepeda motor kebut-kebutan yang tidak jelas tujuannya. Ada yang keluyuran sampai malam suntuk. Semua yang dikerjakan itu tidak jelas untuk apa. Hanya mengikuti dorongan emosi tanpa kendali pikiran. Ada yang duduk-duduk berkelompok ngobrol ngalor-ngidul tak jelas ke mana arah pembicaraan. Hal ini dapat memancing munculnya sifat-sifat keraksasaan. Sudah banyak kumpul-kumpul seperti itu menimbulkan korban sia-sia. Ada ngobrol berkelompok sambil minum-minum beralkohol terus mabuk. Ada yang mengelompok khusus membicarakan berbagai kejelekan orang lain dengan tujuan yang tidak baik. Pesta-pesta yang bersifat hedonistis itu juga tergolong kerja sia-sia yang dapat memunculkan sifat-sifat keraksasaan. Sesungguhnya masih banyak kegiatan hidup yang sia-sia tetapi disenangi orang.
3. Moghajnyana artinya khayalan untuk memiliki ilmu yang sia-sia. Ada yang mengkhayal agar punya ilmu yang orang Bali menyebutkan “bisa ngenah hilang”. Artinya bisa kelihatan dan bisa tidak. Ada yang mengkhayal ingin punya ilmu gaib melipatgandakan uang dengan melanggar hukum. Ada yang mengkhayal punya ilmu untuk mengubah rupa untuk tujuan yang jahat. Demikian seterusnya.
4. Vicetasah adalah hidup tanpa perasaan. Dalam ajaran Hindu memang ada beberapa tipelogi manusia. Dalam Wrehaspati Tattwa 3 ada dinyatakan lima tipelogi manusia. Salah satunya tergolong tipelogi Raksasa Yoni yaitu tipe manusia yang memiliki kecenderungan keraksasaan. Manusia yang tergolong raksasa ini umumnya dinamika hidupnya tidak menghitung perasaan orang lain. Orang tersinggung atau tidak dia tidak peduli. Idealnya orang yang baik itu tampil dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Apalagi dalam mengekspresikan kebenaran atau Satyam dan kesucian (Siwam) seyogianya dengan Sundharam atau dengan harmonis dan keindahan. Jangan karena merasa diri benar dan suci boleh menyampaikan dengan tanpa perasaan. Tampilkanlah diri dalam mengekspresikan kebenaran dan kesucian itu dengan cara-cara yang indah dan harmonis menggunakan perasaan yang halus dan lembut.
5. Mohinim artinya selalu bingung. Dinamika alam pikiran yang tidak stabil menghadapi dinamika dunia luar dapat menimbulkan kebingungan. Kondisi alam pikiran yang tidak stabil itu apabila tidak mampu dikendalikan akan menimbulkan gejolak indria. Indria dirangsang oleh keadaan di luar diri. Rangsangan dari luar diri itu menimbulkan indria bergejolak. Kalau indria bergejolak itu tidak mampu dikendalikan oleh kecerdasan pikiran maka timbullah kebingungan. Ibarat kuda kereta yang bergerak tetapi kusir kereta tidak mampu mengedalikan kuda dengan tali kendali kereta. Kebingungan akan hilang apabila indria yang bergejolak oleh rangsangan dinamika dunia luar mampu dikendalikan oleh kusir berupa daya spiritual dengan tali kendali kecerdasan intelektual. Betapapun indria dirangsang oleh dinamika dunia luar tidak akan terjadi kebingungan. Dewasa ini banyak sekali keadaan yang dapat merangsang indria. Kalau pikiran dan hati nurani kuat mengendalikan maka kebingungan itu tidak akan terjadi. Sifat-sifat keraksasaanpun tidak akan muncul kalau kebingungan itu dapat dicegah dengan menguatkan daya spiritual yang mampu mencerahkan kecerdasan pikiran. Spiritual yang dalam bersinergi dengan pikiran yang cerdas mengendalikan kepekaan emosional dapat membangun sikap hidup yang konsisten menyelenggarakan hidup berdasarkan dharma.
Kecendrungan keraksasaan yang akan muncul kalau moghaasa, moghakarmana, moghajnyana, vicetasah dan mohinim terus berlangsung dalam hidup. Bhagawad Gita XVI,4 menyatakan ada tujuh sifat-sifat keraksasaan atau Asuri Sampad yaitu Dhambo (berpura-pura atau munafik), Darpo (sombong), Abhimanas (membangga-banggakan kelebihan diri), Krodha (pemarah,dengki dan pendendam), Parusia (keras dan kasar), Ajnyana (bodoh tanpa ilmu atau kena tujuh kegelapan), Abhijatasia (mengagung-agungkan wangsa atau keturunannya). Ketidakseimbangan pengembangan ilmu duniawi dan ilmu rokhani menimbulkan budaya hedonis yang dapat menyuburkan munculnya sifat-sifat keraksasaan dalam masyarakat. Mencegah semakin berkembangnya sifat-sifat keraksasaan semua fungsi dan profesi harus bekerja secara terpadu dan fokus.
Sumber : Bali Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar