Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi "Pasek Dukuh Bunga Asahduren": Mengenali Brahman dengan Atman

Minggu, 03 Juni 2012

Mengenali Brahman dengan Atman

Di dalam buku Kridha Grahita (anonim), sebuah tulisan spiritual Jawa, disebutkan: Katentreman utawa kajaten ya alame manungsa sejati. Temening anane alam iku tetep langgeng, nyataning alam iku tumrap kang ngalami. Iku alam maha suci, wajibe alam suci mung nampani jiwa kang wus tentrem lan suci. Sapa tentrem utawa suci, ditampa; yen ora, ditulak; ora preduli dumeh angel lakon-lakonane, ora preduli dupeh netepi pranatan donya. Alam suci mung wajib nampani jiwa kang suci. Artinya: Ketenteraman atau kesejatian adalah alamnya manusia sejati. Benar adanya alam tersebut tetap langgeng, nyatanya alam tersebut bagi yang mengalami. Itu alam maha suci, kewajiban alam suci hanya menerima jiwa yang sudah tenteram dan suci. Siapa tenteram atau suci, diterima; kalau tidak, ditolak; tidak peduli kendatipun sudah menjalani hal-hal yang sulit, tidak peduli kendatipun sudah memenuhi aturan-aturan duniawi. Alam suci hanya wajib menerima jiwa yang suci.

Menyukai sesuatu yang bagus, tidak suka kepada sesuatu yang buruk, senang karena kaya dan terhormat, mengeluh karena sengsara, berbesar hati karena terpandang, berkecil hati dicela atau dihina, menyayangi anak dan istri, mengasihi saudara dan sahabat, benci kepada musuh, dan sebagainya. Itu kodrat alam indriyawi. Untuk mencapai Kesejatian, manusia harus mengalahkan kodrat indriyawinya, maksudnya: Tidak mengeluh dalam kesengsaraan, tidak menyesal karena kehilangan, tidak susah hati terhadap kematian, tidak marah karena dihina, tidak mengkhawatirkan kemelaratan atau menemui bahaya, tidak berbangga hati karena disanjung, tidak kepincut kepada barang bagus, tidak membenci sesuatu yang buruk, tidak berbangga hati karena kaya dan terhormat, tidak senang dan juga tidak malas bekerja, tidak mencari-cari pekerjaan yang tidak semestinya, tidak menolak jika ditambahi pekerjaan yang menjadi kewajiban walaupun berat, tidak menginginkan pahala dari apa yang dikerjakan, sabar dan diam jika tidak diharuskan bekerja, selalu berusaha, berhasil maupun tidak dirasakan sama saja. Singkatnya, tenteram, teguh sentosa, tak tergoyahkan atau “diam”, demikian jalannya manusia bisa kembali kepada alam ketenteraman, keheningan yang ada di luar kodrat duniawi, di luar alam pikiran.
Pada tahap awal, sebelum sadhana dilaksanakan, pikiran dihasut oleh arus karma dan mungkin ditakuti dengan ketidakmampuannya untuk memahami atau memenuhi dharmanya. Dalam keadaan terhasut ini dunia nampak suram, membosankan, atau gelap, menakutkan, dan tidak akan dapat membayangkan, menggambarkan atau memahami Brahman ada di mana-mana, Brahman hanya ada di pura atau di tempat-tempat yang disucikan lainnya. “Bagaimana bisa Brahman yang maha agung berada dalam diri kita yang serba terbatas ini.”
Pada tahapan kedua, bila pikiran diistirahatkan dengan damai dalam pemenuhan dari suatu pola kehidupan, dharma, ketika ia memiliki kedewasaan cukup untuk mengendalikan dan melewati arus karma melalui pemusatan pikiran, pemujaan dan perenungan suci, di sini Brahman nampak sebagai penolong dalam semua proses yang dilalui, tetapi paling kuat dirasakan ketika perilaku religius tersebut dilakukan di utama mandala pura atau tempat-tempat yang disucikan lainnya.
Pada tahapan ketiga, Brahman yang dirasakan sebagai penolong dalam semua proses yang dilalui terus membantu kesulitan dari pikiran yang rawan dari pengaruh rasa diri yang didominasi oleh ahamkara (ego) dan manah (naluri). Dengan mengendapnya rasa diri memunculkan rasa jati, alam pikiran yang didominasi oleh buddhi yang menuntunnya kepada chitta (kesadaran murni pikiran). Brahman tidak lagi dicari-cari di luar diri, Brahman dinikmati sebagai sesuatu yang utama, dimensi integral dari diri, Hidup dari hidup, kekuatan dan pancaran energi alam semesta. Pada tahapan ini, ketenangan di sisi dalam lebih besar dari gangguan di sisi luar, sehingga mampu untuk masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi, memasuki kesadaran penuh kebahagiaan, ini dengan jelas dirasakan dan kenikmatan spiritual dialami bahwa Brahman meresap di dalam diri kita. Mata batin mereka yang mengalaminya akan semakin tajam, dan dalam hidup kesehariannya mereka menjadi saksi, mengamati bahwa kebanyakan orang tidak melihat Brahman di dalam diri mereka sendiri. Para rishi Weda dan mereka yang tercerahkan telah menemukan rahasia gaib itu. Brahman di dalam menjadi kesadaran jiwa sebagai Kebenaran-Pengetahuan-Kebahagiaan, Satchidananda, energi perekat yang meresap dalam segala hal secara bersamaan. Pikiran menjadi tenang, tampak damai di mana saja, dan kebahagiaan sempurna demikian kuat, demikian ajeg, tidak tergoyahkan lagi. Pada tahapan ini, mata batin menjadi terbuka, benar-benar merasakan kehadiran Brahman yang sama pada setiap dan semua makhluk hidup, meresap di dalam setiap atom dari alam semesta sebagai keagungan-Nya, pendukung utama dari segala yang ada. Hanya ketika hal ini benar-benar dialami, seseorang dapat menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Brahman ada di dalam manusia dan manusia ada di dalam Brahman.
Tahu filsafat tanpa pengalaman langsung bagaikan tahu tempat yang jauh dan indah lewat televisi, atau sekedar membaca dari sebuah buku, atau mendengar dari pernyataan orang lain yang pernah ke sana dan bersenang-senang di sana. Itu bukan pengalaman sama sekali. Satu-satunya yang bisa disebut pengalaman adalah pengalaman kita sendiri. Kita tidak akan mencapai jnana, kearifan spiritual, sebelum kita mengalaminya sendiri, meskipun kita telah membaca seribu Weda, kita harus mengenali sendiri Atman kita. Sumber-sumber pengetahuan spiritual hanyalah penuntun bagi kita, orang tidak akan bisa mengenali Atman hanya dengan banyak membaca Weda.
Bagaimana mungkin kita dengan pikiran kita yang terbatas bisa memahami yang tak terbatas, bisa memahami Brahman? Bagaimana bisa secara intelektual kita meliputi sesuatu yang maha agung seperti Brahman? Brahman adalah pencipta dan sumber segala ilmu pengetahuan, pencipta daya pikiran. Dia adalah arsitek agung alam semesta. Lalu, jika Brahman menciptakan daya pikiran, bagaimana mungkin daya pikiran memahami Dia? Para rishi meyakinkan, itu mungkin, dan mereka meyakinkan karena itu telah terlaksana, mereka telah mengalaminya, dan mereka memberi tuntunan berdasarkan hasil pengalaman yang telah dialami. Daya pikiran harus mengekspansi, kesadaran harus melampaui rasional pikiran dan melihat langsung dari pengetahuan kesadaran super.
Sebaiknya kita mencoba untuk melihat Brahman di mana-mana. Selalu mencoba. Meyakini keyakinan yang diberikan oleh para rishi Weda, bahwa itu akan terlaksana. Dia akan datang. Siapa lagi yang bisa memperlihatkan Atman kita kepada kita selain Dia? Perluasan dari Atman yang ada di dalam diri kita tiada lain adalah Brahman. Dia dapat memberi kita kecukupan hidup. Dia dapat memberi kita kesehatan. Dia dapat memberi semua yang kita butuhkan bahkan yang kita inginkan. Tetapi untuk memuja-Nya sebagai yang tak berwujud membawa pikiran ke dalam ruang tak terbatas. Pikiran hanya dapat meliputi hal ini dengan mengidentifikasi. Pikiran tidak bisa mengidentifikasi Kebenaran dalam bentuk halus ini yang menunjukkan Brahman melampaui pikiran—di luar bentuk, waktu dan ruang. Tetapi dia ada di dalam diri kita semua secara serentak, hanya saja terselubung oleh kedunguan kita, terselimuti oleh ego, yang merasa Brahman ada di tempat yang terpisah dengan identitas personal. Dia ada di dalam diri kita saat ini juga, bukan di masa depan yang fiktif. Hanya saja kita harus menghilangkan (mengabaikan) sisi maya dari kita, menghapus semua karma, kita akan menemukan Dia yang abadi. Ego adalah hal terakhir yang akan pergi. Itu adalah belenggu terakhir yang harus ditaklukkan.
Para rishi Weda menyatakan, sekali perbudakan ego dipatahkan, akan nampak bahwa misteri Brahman adalah meliputi segalanya. Dia adalah segala apa yang diciptakan-Nya. Brahman meresap pada ciptaan-Nya secara konstan sebagai Cahaya Kasih Murni dari pikiran setiap orang, dan pada tahapan ini Brahman masih memiliki suatu wujud.
Hanya dari sisi keabadian kita dapat mengatakan semua yang berwujud adalah maya. Tetapi dari sisi kita yang maya, semua yang maya adalah nyata. Tidak mungkin pikiran kita yang maya mengatakan bahwa nasi yang kita makan adalah nasi bohongan, lauk yang kita makan adalah lauk bohongan. Dari sudut pandang keabadian, diri sejati kita ini bukan badan, pikiran, atau emosi kita. Tetapi, bagi alam maya kita, suami, istri, anak, pacar, dan tetangga kita adalah orang beneran, bukan orang-orangan (maya). Dengan senantiasa memancarkan Cahaya Kasih Murni dari pikiran kita kepada semua yang maya kita akan menemukan Yang Abadi.
Di alam kehalusan, Brahman memiliki wujud yang sangat indah, serupa dengan wujud seorang manusia, tetapi wujud manusia yang benar-benar sempurna. Dia berpikir. Dia berbicara. Dia berjalan. Dia membuat keputusan. Kita beruntung memuja Brahman yang agung yang meresap di dalam segalanya, dan masih melampaui ini Dia meresap di luar segalanya, di luar alam semesta, di alam kelanggengan, Dia yang berbentuk dan di luar bentuk sekaligus, Dia adalah Atman di dalam jiwa kita. Jadi, semua dari kita, para pencari Kebenaran yang esa, kita memiliki Agama Weda yang agung yang menawarkan dan menuntun kita pada pengalaman Brahman di dalam wujud dan di luar wujud. Alangkah beruntung kita ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar